Hari ini ada pertemuan alumni SMA Ar-Rahma angkatan tahun 2010-2015 di sebuah rooftop gedung yang sudah tak terpakai atau belum selesai dibangun lalu terbengkalai. Rumor yang beredar ini gedung disewakan secara gratis karena masih ada salah satu alumni yang punya saham atas pembangunan ini.
Daaaarrrr!!!
Suara seperti petasan terdengar di sekitar, tak banyak yang menghiraukan. Memang banyak tamu yang belum datang, tapi ini sudah 30 menit dari jam di tentukan.
"Nafisah" sapa seseorang
"Kak Dafi?" Sahutnya gugup
"Siapa yang menyewakan gedung ini? Apa tak bahaya?"
"Maksudnya?"
"Ada suara seperti petasan terdengar gak? Sampai 3x?"
"Hmm... Gak paham. Kayaknya ada suara tapi cuma 2x, tapi gak tau deh kupingku satunya ada apa enggak" jawabnya cengingisan.
Dafi melihat-melihat ke daerah sekitar, dia melempari beberapa lahan kosong dengan benda kecil yang ada disekitarnya. Semua orang sibuk bercanda dan kangen-kangenan dengan teman-temannya dulu. Hanya Nafisah yang merasa Dafi itu aneh sekali, dia tau Nafi anak teknik sipil tapi baginya itu tetap aneh.
"Awas Sah!" Serunya melindungi tubuh Nafisah ketika dia salah melempar dan mengenai besi beton yang akan terjatuh di dekat Nafisah.
Terlihat wajah kesakitan Dafi didepan wajahnya, dia tak bisa berkata-kata, tubuhnya seakan tak bisa bergerak dan kaku. Semua orang jadi mengalihkan pandangan kearah mereka berdua dan segera menolongnya.
Besi itu berhasil diangkat dari tubuh Dafi oleh beberapa orang dan ia tak sadarkan diri. Tubuh Nafisah rasanya bergetaran, semua orang menjadi panik akan kejadian itu. Dia melihat Diana sahabatnya yang dari tadi sedang mengambilkan makanan untuknya pingsan melihat kejadian itu.
"Telepon Ambulance!" Seru seseorang
Nafisah binggung harus menghampiri ke siapa dulu, Nafisah atau Dafi. Sampai akhirnya kakinya melangkah kearah Dafi yang lebih gawat, dia melakukan RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang dia pelajari waktu kuliah dan menghentikan perdarahan di kepalanya.
"Kamu tenaga kesahatan?" Tanya seorang perempuan kepadanya
Nafisah hanya mengangguk dan berusaha menyelamatkannya.
"Saya seorang dokter, kamu atasi tremor kamu dulu, biar saya yang ambil alih, kamu bisa menyelamatkan yang perempuan yang pingsan tadi" ucapnya ramah
Nafisah binggung merespon apa, akhirnya dia meninggalkan Dafi dan menuju ke Diana, sahabatnya.
Rumah Sakit....
Dafi dibawa ke IGD, termasuk juga Diana. Nafisah dan Dokter perempuan yang tadi sudah panik tak karuan.
"Mbak Ria, ingat saya? Nafisah mahasiswa bidan yang waktu itu pernah praktek disini? Adik sepupunya Mbak Novi?" Tanya Nafisah pada seorang suster perempuan
"Ah iya Nafisah!" Ucapnya "Mbak DM Dahlia? Ada disini juga?"
Dokter Dahlia menjelaskan keadaan pasien satu-persatu. Dan beberapa perawat disana mulai melakukan tindakan. Dokter Dahlia dan Nafisah sudah bercucuran keringat, pakaian rapi mereka penuh darah milik Dafi.
12 Jam berlalu...
Operasi Dafi berjalan lancar, dia sekarang dipindah ke Ruang Rawat Inap. Dan Diana pun sudah siuman sejak beberapa jam lalu. Dokter Diana pun sudah pulang sejak tadi beberapa saat setelah dari IGD berpamitan pulang kepada Nafisah karena ada keperluan.
"Diana" ucap lirih Nafisah "kamu telat makan lagi kan? Kamu kehilangan banyak cairan dan tadi aku harus muter-muter cari darah buat kamu karena syok, anemia mu semakin rendah loh"
Diana hanya tersenyum kearahnya.
"Kamu tau pikiranku terpecah belah antara kamu sama Dafi, betapa binggungnya. Ah kalian benar-benar bikin aku spot jantung tau gak sih"
"Terimakasih, pulanglah. Ganti bajumu dan jilbabmu, apa kamu tak malu melihat pandangan orang-orang dengan baju penuh darah? Dikira nanti kamu abis bunuh orang loh" godanya
"Sebentar, Abi sama Ummi mu abis gini mau kesini, aku gak berani kasih tau mereka kalau kamu belum siuman"
"Sudah jenguk kak Dafi? Dia dirawat dimana? Jenguklah dia sebentar, lihatlah keadaannya sebentar sebelum kamu pulang"
"Aku merasa bersalah tau gak sih Din, kamu tau kan dia begitu karena aku" ucapnya menangis
"Kenapa kamu menangis? Sudahlah, dia juga tak ingin kamu terluka. Kamu juga gak merasa bersalah aku syok juga karena siapa?"
"Aku juga nih? Ya ampun. Maaf ya Diana sayang, kamu juga harus di Rumah Sakit gara-gara aku"
"Sudahlah, tak apa kok" ucapa Diana tersenyum kearahnya "Nah itu Ummi ku sudah datang, kamu jenguklah dia"
"Nafisah terimakasih ya sudah menyelamatkan Diana, maaf ya merepotkan kamu" ucapnya Ummi nya.
Nafisah hanya mengangguk dan berpamitan ke Umminya.
Nafisah segera bergegas menuju IGD kembali untuk menanyakan Dafi berada di ruang rawat mana. Dia segera bergegas dan berlari setelah tau tempatnya, walaupun ia tau sekarang sudah malam hari.
Ruang Marwah no. 203
Depan Ruangan itu penuh dengan teman-temannya yang menunggu bergiliran masuk untuk menjenguknya. Semua melihat kearah Nafisah yang sudah lesu tak beraturan.
"Kamu mau masuk Sah?" Tanya Aldi, teman Dafi yang waktu itu pernah dikenalnya.
Nafisah hanya mengangguk tanpa ekspresi.
"Tunggu!" Ucap seseorang "mau urusan apa kamu kesini?" Tanya nya lagi
"Maaf Tante, saya hanya ingin melihat keadaan Dafi" jawab Nafisah pada Mamanya Dafi
"Sudah puas kan kamu? Dafi menderita lagi karena kamu? Mau sampai kapan dia terikat sama kamu?"
"Saya minta maaf sekali lagi Tante, saya janji tak akan terjadi seperti ini lagi, dia sudah menyelamatkan nyawa saya, saya harus melihat keadaannya" ucapnya sambil melihat kearah ruangan
"Tak bisa!" Teriak Mamanya Dafi
"Maaf ibu, tolong di pelankan suaranya jangan berisik. Pasien lain nanti terganggu" ucap seorang suster
"Masuklah Nak!" Ucap Papa Dafi dari dalam ruangan
"Terimakasih Om"
"Papa!" Seru pelan Mama Dafi
Nafisah sudah kehilangan banyak tenaga hari ini, dan untuk melihat keadaan Dafi yang seperti ini serasa kakinya sulit untuk melangkah lebih cepat.
"Kak" ucap pelan Nafisah
"Kamu tak apa? Bajumu penuh darahku ya? Maaf ya sudah mengotori bajumu" ucapnya tersenyum "ini jidat kamu lebam ya karena kena benturan tadi?" Tanya sambil mengusap dahi Nafisah lembut.
Nafisah hanya bisa menangis dan tak bisa berkata-kata.
"Jangan menangis didepanku ya, Mamaku pasti tadi ngomel ya pas di depan? Maaf ya"
Nafisah meraih kedua tangan Dafi "aku yang minta maaf, kenapa kamu yang terus meminta maaf. Terimakasih sudah menyelamatkan aku dan maaf juga karena aku yang membuatmu terluka"
"Bukan kamu yang salah, aku yang salah karena teledor tadi. Seandainya aku tidak menolong kamu, bisa-bisa aku yang gila karena kamu terluka gara-gara aku"
Nafisah hanya tersenyum sambil menitihkan air mata.
"Pulanglah, ganti bajumu. Orangtuamu pasti mencari kamu karena tak pulang-pulang. Sudah malam kan ini? Mintalah Aldi mengantarkanmu pulang"
Nafisah menggelengkan kepalanya "Tak apa, aku bisa pulang sendiri naik taksi" ucapnya "aku pulang dulu ya, cepat sembuh. Oya saya pamit dulu ya Om, terimakasih sudah mengijinkan saya masuk"
Papa Dafi hanya mengangguk.
Aldi mengantar Nafisah sampai ke depan gerbang Rumah Sakit dan menemaninya menunggu taksi datang.
"Ini Nomer Polisi Taksinya" ucap Aldi didalam ruangan Dafi.
"Terimakasih ya" ucapnya lalu tertidur.
****
Setiap hari Nafisah mengunjungi Diana dan Dafi bergantian. Hal yang paling sulit adalah bertemu Dafi karena harus sembunyi-sembunyi dari Mamanya.
"Berhentilah datang sembunyi-sembunyi" Protes Dafi
Nafisah hanya tersenyum.
"Hadapi Mamaku, seperti aku dulu menghadapi Papa-Mamamu. Kamu harus bisa tahan dengan omelannya"
"Harus ya? Syukur kamu udah aku jenguk tiap aku pulang dines kerjaku, tau gitu aku ke Dania aja, gak usah ke kamu" ucapnya sebal
"Yee ngambek. Bantu aku naik kursi roda ya sus" godanya pada Nafisah
Keduanya berkeliling di sekitar taman Rumah Sakit, Nafisah mendorong Dafi dengan kursi roda. Keduanya mengobrol tentang masa-masa kuliah mereka berdua yang dilalui sendiri-sendiri.
"Kamu juga harus berhenti bersifat berlebihan!" Protes Nafisah sambil menghentikan langkahnya.
"Apa?"
"Berhenti menyuruh Papamu telpon aku, hanya untuk menyuruhmu makan, minum obat dan tidur kalau aku lupa mengucapkan padamu"
"Ah elah, gitu doang protes" godanya
"Gitu doang responnya? Apa kek gitu? 'Iya Nafisah nanti aku gak akan begitu lagi' gitu kan enak dengernya"
"Oke. Setuju! Janji dulu?"
"Apa?"
"Gak boleh ketemu aku sembunyi-sembunyi lagi? Bagaimana?"
"Oke. Nanti kalau aku gak dibolehin masuk Mamamu resiko ditanggung kamu ya"
"Ah gak asik!" Rajuknya
"Dafi!" Teriak Mamanya tiba-tiba datang
Keduanya langsung terdiam dan khawatir.
"Nafisah! Sudah berapa kali saya bilang? Jangan temui anak saya!"
"Mama apaan sih?" Tanya Dafi
"Sini kursi rodanya" ucapnya menarik kursi roda Dafi dari genggaman Nafisah.
Nafisah hanya menundukkan kepalanya.
"Sekarang kamu tau kan rasanya? Seperti apa Dafi dulu yang dihina oleh orangtuamu? Kalian anak muda masih SMA jelas suka-sukaan, pacaran? Itu wajar. Bilang sama orangtuamu generasinya sudah berbeda, jangan pikiran kolot dipelihara!"
"Maafkan orangtua saya Tante" ucapnya pelan
"Kamu terus yang minta maaf, itu gak ngaruh Nafisah! Lebih baik kamu pergi, jangan pernah ada di hidup Dafi lagi! Sudah cukup dia menderita karena kamu, jangan ditambah lagi!"
"Maafkan saya Tante" ucap Nafisah memegang tangan mama Dafi
"Ma! Dafi juga bukan anak kecil yang bisa mama atur. Dafi udah kerja, aku juga berhak atas apa yang ada di hidup Dafi" ucap Dafi tiba-tiba berdiri dengan sekuat tenaga
"Dafi?" Kaget Mamanya dan Nafisah
"Kamu sudah bisa berdiri?" Tanya mamanya dengan mata berkaca-kaca
"Sudah ya Ma, jangan balas dendam atas perlakuan orangtua Nafisah. Mereka kan gak pukul aku dulu, hanya saja menyerang mental aja biar lebih kuat. Kita berdua sudah besar sekarang Ma, kita berdua juga yang berhak apa yang baik dan buruk buat kita. Kalian para Orang Tua hanya perlu merestuinya saja"
"Gak bisa seperti itu Dafi!"
"Ma, aku mohon sekali ini saja" pinta Dafi memelas
"Terserah kamu" ucap Mamanya menyerah dan membawa pergi Dafi dengan kursi rodanya
****
Diana sudah keluar dari rumah sakit 2 hari yang lalu, rasanya 4 hari dia di rumah sakit seakan masuk penjara. Dafi diperkirakan keluar rumah sakit besok pagi, sudah tak ada alasan Nafisah ke rumah sakit 2 hari ini. Dia mengutuk dirinya sendiri, seperti apa Dafi 2 hari ini tanpanya, makannya, tidurnya dan sebagainya.
#TELEPON
"Lu gak mau ke rumah gw?" Tanya Diana
"Ini apaan coba ngomongnya lu-lu gw-gw"
"Haha abisnya sebel sama kamu tau gak sih! Aku di rumah ini sendirian lagi sakit, gak ada yang jaga"
"Uurghhh ternyata curhat toh"
"Ih gitu doang? Pasti lu sekarang mikir kan gimana caranya dan alasannya jenguk Dafi? Karena 2 hari ini gak bisa jenguk kan?"
"Nah itu lu tau"
"Gampang, gw tebak nih ya... Dalam waktu sejam-2 jam pasti papanya telpon lu"
"Lu sudah jadi peramal sekarang? Musyrik tau gak! Syirik!"
"Yaudah kalau gak percaya"
Keduanya mengobrol cukup lama dan bercanda satu sama lain.
"Eh ada telpon masuk" ucap Nafisah
"Pasti tebakanku bener kan? See?"
"Anjirrr! Beneran telpon papanya. Aku angkat dulu ya. Bye"
"Assalamualaikum Om, ada apa?"
"Halo Nafisah, Walaikumsalam"
Nafisah sudah tau siapa yang akan menjawab pertanyaannya itu.
"Kenapa gak pernah jenguk? Kamu dilarang lagi sama mamaku? Perasaan mama sudah gak mau ikut campur lagi kan?" Tanyanya
"Bukan. Diana sudah keluar Rumah Sakit, jadi aku gak ada alasan buat jenguk kamu. Jadi maaf ya"
"Gak mau maafin kalau gitu, harusnya alasan kamu kesini itu aku"
"Enak aja. Kamu makannya gimana? Sudah minum obat? Tidurnya sudah enakan?"
"Sudah semua. Alhamdulillah. Terimakasih sudah khawatir sama aku"
"Yeee GR banget sih jadi laki. Itu adalah hal yang normal ditanyakan pada temannya yang lagi sakit"
"Ya ampun rasanya sakit loh, kamu bilang aku itu teman kamu"
"Haha loh kan bener? Terus apa?"
Keduanya selalu bercanda melalui telepon. Kangen keduanya kini tersampaikan masing-masing walaupun tak saling mengucap.
*****
2 bulan kemudian.....
Hubungan Nafisah dan Dafi kembali halnya seperti dulu jaman SMA. Panggilan sayang yang biasa mereka lontarkan dulu kembali terucap. Walaupun Nafisah beberapa kali menolak ajakan Dafi untuk kembali bersatu seperti jaman mereka SMA dulu.
#TELEPON
"Aku melihatmu di TP sama mamamu dan adikmu tadi" ucap Dafi
"Sumpah? Kok gak nyamperin? Kamu lagi di TP juga emang?"
"Iya, nemenin mama belanja. Kita ketemu ya"
"Gak ah, jangan. Nanti perang dunia ketiga lagi"
"Makanya khusnudzon dulu atuh neng, kamu dimana? Masih di TP kan?"
"Iyasih. Ketemuan di Solaria aja. Adikku minta makan soalnya"
"Oke. Menyusul abis gini"
Solaria Restaurant...
Kedua hati mereka berdetak lebih cepat, antara khawatir, takut dan seneng. Ini pertama kalinya orangtua mereka bertemu. Lebih tepatnya kedua mama mereka.
"Nafisah" sapa Dafi dengan bahagia
"Dafi?" Tanya mama Nafisah "Nafisah bisa jelaskan ke mama?"
Nafisah hanya terdiam tak bersuara.
"Boleh duduk sini Tante?" Tanya Dafi kepada mama Nafisah "boleh gabung kan?"
Mama Nafisah entah harus merespon apa, reflek hanya menganggukan kepala.
Keempat orang itu hening, tak ada yang mengeluarkan suara satu pun. Yang terdengar hanya rengekan adik Nafisah yang menginginkan sepatu di toko yang dikunjunginya tadi.
"Tante kenalkan ini mama Saya" ucap Dafi pelan
Mama Nafisah hanya tersenyum seadanya.
"Ayo Ma, kenalan" ucap Dafi
"Iya. Dahlia" ucap Mama Dafi memberikan tangannya.
"Yulia" sahut Mama Nafisah menerima jabatan tangannya "salam kenal ya Bu" lanjutnya tersenyum
Lagi-lagi perasaan hening menyelimuti, hanya terdengar suara piring, garpu dan sendok yang saling beradu.
"Sebelumnya saya minta maaf atas kejadian yang lalu terhadap Dafi ya Bu" ucap Mama Nafisah memecahkan suasana.
Ketiga orang itu langsung menatap ke Mama Nafisah.
Mama Dafi hanya mengangguk tersenyum seperti tak enak dengan hatinya sendiri.
"Saya tau cara mendidik anak kita berbeda, dan saya lebih tau anak saya seperti apa. Saya hanya ingin anak saya fokus dengan belajar dan tak menganggu nilainya saat sekolah dulu" ucap Mama Nafisah
"Ma" seru pelan Nafisah
"Kalau sekarang mereka sudah dewasa, biarkan mereka yang menentukan sendiri jalan hidup mereka, mereka sudah bisa berfikir mana yang terbaik bagi mereka sendiri, kita orangtua hanya perlu menyemangati mereka agar berada di jalan yang benar dan merestui apa yang akan mereka lakukan jika itu yang terbaik" ucap Mama Nafisah tersenyum kearah Mama Dafi
"Tuh kan Ma, omonganku bener kan" bisik Dafi
Mama Dafi hanya bisa menggerakkan tubuhnya seakan sungkan terhadap Mama Nafisah dan malu sudah memarahi Nafisah karena masih berhubungan dengan Dafi.
"Mulai sekarang Tante, saya gak akan nembak Nafisah seperti dulu jaman SMA, saya akan bersikap dewasa dengan melamarnya" ucap Dafi
Ketiga perempuan disana langsung kaget mendengar ucapan Dafi.
"Jangan ngawur kamu! Gak segampang itu" ucap Mamanya pelan
"Sekarang bagaimana Tante?"
"Tergantung Nafisah" ucap Tante Yulia kearah Nafisah
"Mah" ucap Nafisah malu lalu mengangguk takut melihat wajah Mama Dafi.
"Ma, Dafi tau Mama masih gak rela, tapi biarkan kami perlahan menjalaninya, buang rasa marah mama yang dulu, biarkan yang lalu menjadi masa lalu. Inget omongan Papa waktu aku putus sama Nafisah gak Ma? 'Gak usah takut jatuh cinta, cinta itu anugerah, jika suatu saat kamu dipersatukan lagi dengan Nafisah, akan ada pertemuan yang hebat dan indah yang membuat kalian bisa bersatu lagi, kalau tidak dipertemukan lagi biarkan dia menjadi masa lalu dan memulai dengan perempuan lain' and see? Mama waktu itu langsung peluk aku dan menyemangati aku kan?" Ucap Dafi tersenyum hangat.
Mama Dafi hanya menatap anak laki-lakinya itu dan memeluknya "Maafkan Mama, Mama akan percaya Dafi, kalau Dafi sekarang sudah dewasa dan bisa menentukan hidupnya sendiri" ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Terimakasih Ma" menyambut hangat pelukan mamanya itu "sudah ah Ma, sudah besar loh aku, malu ah didepan umum udah gede masih dipeluk mamanya" godanya
Nafisah dan Mamanya langsung tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar