Senin, 02 Mei 2016

Janji? Janji!!

Hari ketiga Training untuk Pelatihan Sirkesnas (Survei Kesehatan Nasional). Pelatihan ini dihadiri beberapa tenaga kesehatan yang terpilih melalui seleksi, mulai dokter, perawat, bidan, ahli gizi, farmasi dsb.

Total petugas survei se Jawa Timur ada 464 orang dan dibagi dalam 12 kelas. Yang nantinya akan dibagi menjadi 4 orang dalam 1 tim dan ditempatkan di beberapa daerah di Jawa Timur. Training akan berlangsung selama 7 hari.

Betapa beruntung Raina dapat 1 kelas dengan Ima sahabat sma nya dulu yang lulusan Ahli Gizi. Keduanya duduk berdua di bangku yang sama, kemanapun bersama.

Coffe Break 10.00 WIB

"Rain, kamu kenal anak perawat laki-laki yang waktu pembukaan godain kamu?" Tanya Ima sambil menyeruput teh
Raina menganggukan kepalanya.
"Mereka sekarang lagi liatin kita nih"
"Bodo amat lah, dari dulu mereka juga begitu"
"Cerita dong kejadian dari awal"
"Ogah!" Ketus Raina langsung pergi dari cafe tempat coffe break.

****

Hari kelima...
Hari ini merupakan hari yang paling ditunggu-tunggu. Ada 3 kelas yang digabung untuk materi yang satu ini. Materi yang akan disampaikan dokter termuda 'katanya'. Banyak yang berbisik sudah pernah bertemu waktu di lahan praktik. Satu kata yang sering terdengar 'ganteng' itu yang selalu mereka katakan.

Aula sudah cukup ramai, lebih tepatnya yang duduk paling depan para perempuan-perempuan. Raina dan Ima duduk seadanya.

"Raina!" Sapa seorang laki-laki "duduk sini kosong" teriaknya
Raina tak merespon hanya melengos, dia tau siapa yang memanggilnya itu.
"Rain kita duduk didepan mereka? Apa gak berisik?" Tanya Ima
"Sial! Ini kenapa tempat duduk yang tersisa belakang-belakang sih, hampir semua yang dibelakang laki" gerutu Raina
"Jadi kita duduk disana?" Tunjuk Ima ditempat yang disediakan anak-anak laki itu.
"Terpaksa!" Ucapnya kesal dan menarik tangan Ima kemudian duduk.

"Kalian berlima jangan berisik! Temenku gak biasa kumpul sama laki!"
Mereka berlima mengangguk kompak.

Datanglah seorang laki-laki muda tampak gagah dan berwibawa. Semua mata tak lepas dari pandangannya. Begitupula dengan Raina matanya tak terlepas seperti pernah bertemu entah dimana. 

"Ini mereka kok alay sih" celetuk salah satu laki-laki di belakang Raina
"Iya ganteng juga gw" celetuk yang lainnya
Raina menoleh kearah belakang sinis.

Laki-laki itu memperkenalkan diri, suaranya begitu tegas membuat para perempuan disini terpana.

"Imaaaa! Itu temen TK ku!" Seru Raina
"Serius?"
Raina mengangguk "you know dia itu cinmon aku dulu"
"Lalu? Mau CLBK? Iya kali kalau dia inget sama kamu"
"Ya gak juga sih, pokoknya abis acara atau coffe break bantu aku ketemu dia"
Ima hanya mengangguk.

Istirahat makan siang...
Raina memberanikan menghampiri dokter muda itu bersama dengan Ima.

"Dokter Satria?" Sapa Raina
"Iya ada apa ya? Ada yang perlu ditanyakan?" Sahutnya masih sibuk dengan kertas-kertas di mejanya
"Ehm... Dok, namanya Satria Hadi Putra bukan?"
Dokter Satria langsung menoleh kearahnya.
Raina hanya tersenyum "benar kan dok? Dari TK Pancasila bukan?"
Dokter Satria mengangguk keheranan.
"Raina Nur Aini" ucapnya mengulurkan tangan
Dokter Satria meraih tangannya bersalaman.
"Kamu masih ingat saya?" Tanya Satria
"Iyup, cinta pertama gak akan pernah terlupa Dok" godanya sambil tertawa
"Bisa saja kamu. Kamu apa kabar? Lulusan apa kamu?"
"Sangat baik sekali, Dokter termuda ganteng dan dipuja banyak orang bagaimana kabarnya? Saya ambil bidan Dok"
"Bisa saja kamu. Jangan panggil Dokter lah, kita kan sebaya. Panggil Satria aja"
"Gak enak Dok, gak sopan kayaknya. Kalau gitu saya permisi dulu mau ambil makan"
"Oh silahkan"

Materi sudah berlangsung dari tadi. Hati Raina sudah tak karuan dan otaknya pun sama, seperti beberapa perempuan disini sudah tak bisa fokus mendengar apa yang disampaikan Dokter Satria.

17.00 WIB
Materi sudah selesai, beberapa banyak yang mengeluh karena tak bisa melihat Dokter Satria kembali, tapi masih ada 2 hari ke depan karena mengisi kelas lain.

Semua peserta training sudah mulai memadati untuk antri makan di cafetaria setelah selesai membersihkan diri dan sholat magrib. Suasana tampak ramai banyak yang mengobrol saut sana-sini.

"Wee kita duduk sini kosong! Ambil kursi cepet!" Ucap seseorang laki-laki
Raina dan Ima hanya menelan ludah.
"Ihs kalian lagi! Bisa pergi gak sih? Temenku itu risih kalau ada laki!" Ketus Raina melihat kelima laki-laki yang sama.
"Ima, gpp kan kita duduk makan bareng kalian? Mejanya penuh" rayu lainnya.
Ima menganggukkan kepalanya.
"Makan tanpa suara dan berisik!"
Kelimanya mengangguk.

"Rain tak ingin mengenalkan kita pada temanmu?" Tanya seseorang

Raina hanya melirik sinis kelima orang laki-laki itu "Ima kenalin, ini Arga, Fadli, Naufal, Alfan dan At..thar" ucapnya "gak usah pakai salaman, bukan mukhrim" lanjutnya melihat salah satu dari mereka mengulurkan tangannya ke Ima.

Suasana kembali hening dan melanjutkan makannya masing-masing. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing setelah menyelesaikan makannya.

"Ini siapa telpon sampe 8x ya?"

"Halo? Ini siapa?"
"Satria ini Rain"
"Satria siapa?" Raina terdiam "Dokter Satria?"

"Dokter Satria Rain?" Kaget Ima langsung terbangun dari tidurnya "Gilaaa! Dokter ganteng termuda nelpon lu!" Celetuknya

Raina loncat kegirangan sampai gak fokus dengan hpnya sendiri.

"Uhm Dokter Satria. Ada apa Dok?"
"Gpp, hanya memastikan nomermu benar. Kamu sedang apa?"
"Sedang di kamar Dok sama temen, rasanya gak enak sekali ngomong sama anda Dok pakai bahasa informal"
"Rain, jangan panggil Dokter boleh? Ini diluar kelas dan rumah sakit kan? Kita seumuran juga pakai bahasa apa saja gak masalah"
"Oke"
"mau jalan-jalan keluar menghirup udara segar?"
"Malam-malam gini?"
"Masih jam 9 kan? Kita duduk-duduk aja di sekitaran halaman hotel"
"Emang kamu nginep disini juga?"
"Iya, kamarmu lantai berapa? Aku jemput"
"Lantai 5 sih, gak usah deh gpp. Ketemu di Lobby aja"
"Ketemu di lift bagaimana? Aku lantai 7"
"Oh oke kalau gitu, aku tunggu di depan lift"

Raina tak berhenti digoda oleh Ima saat akan keluar dengan Satria. Dia berusaha memakai baju sesimpel mungkin dan menyemprot minyak wangi dibadannya. 

Halaman Sekitar Hotel....
Keduanya duduk terdiam sambil menikmati minuman dingin yang dibeli Satria tadi di minimarket hotel.

"Kamu apa kabar? Udah lama banget kita gak ketemu" ucap Satria
Raina hanya mengangguk "Baik, kamu sendiri bagaimana? Hebat ya jadi dokter termuda. Kamu ambil akselerasi?"
"Baik juga. Ya seperti itulah"
"Kenapa kita gak pernah ketemu ya pas praktek di Rumah Sakit? Kamu lulusan mana?"
"Universitas Muhammadiyah Malang. Bukan takdirnya kali ketemu"
"Hoooo, tapi waktu itu aku praktek di RSU Haji ketemu Dokter Muda UMM"
"Kapan? Aku kan sudah lulus" sahutnya tenang
"Oh iyasih. Kok aku TK dulu gak sadar ya punya temen yang otaknya encer kayak kamu"
"Haha bisa aja kamu"
"Oya pas aku kerumah nenekku, kok aku gak pernah liat kamu atau keluargamu ya? Pindah ke malang juga kah semuanya? Padahal rumahmu beda 2 rumah dari nenek"
Satria hanya menganggukkan kepalanya.

Keduanya membahas masa lalu jaman TK mereka. Memang tak banyak yang ingat, tapi hanya satu kalimat yang paling membekas di ingatannya.

"Kamu masih inget Nurul teman TK kita?"
"Hm" dengungnya lalu menggelengkan kepalanya.
"Inget gak kamu pernah ditanya mamamu seperti ini 'pilih Raina atau Nurul?' Dan dengan lantangnya kamu pilih..."
"Raina" sahut keduanya lalu tertawa
"Oya ya inget, bagaimana kabarnya dia sekarang?" Tanya Satria
"Dia sudah menikah. Anaknya umur 1 tahun"

Keduanya kembali melanjutkan membahas masa kecil mereka. Sampai tak terasa sudah 2 jam mereka mengobrol dan hp Raina sudah berdering daritadi karena Ima takut di kamar sendirian. Keduanya kembali kekamar masing-masing.

"Rain" sapa seseorang dari kejauhan.
Suara yang tak asing baginya.
"Raina!" Sapanya lagi
"Athar?" Kagetnya
Athar hanya tersenyum kearahnya.
"Ada apa Thar?"
"Gpp, hanya memastikan kamu kembali dengan selamat"
"He?"
"Sudah ya aku keatas dulu" ucapnya pamit berlari menaiki tangga
"Hei Thar! Ndak naik lift kah?" Teriaknya
"Aku lantai 6 kok santai saja"

****

2 hari berlalu...
Hari ini hari terakhir Satria mengisi materi untuk peserta training. Beberapa orang tepatnya para perempuan tampak kecewa karena tak akan bisa melihatnya lagi.

Hubungan Satria dan Raina masih berjalan lancar, sejauh ini. Mereka terus membahas tentang masa kecilnya dan tentang dunia kesehatan via telepon atau pun chat.

"Rain!" Sapa Satria saat istirahat makan siang
"Iya Dok?" Jawabnya wajahnya langsung memucat malu
"Boleh bicara sebentar?" Tanya Satria
Semua mata langsung mengarah ke kedua orang itu.
"Ima, pinjem Raina sebentar ya, 5 menit" lanjutnya langsung menarik tangan Raina

"Ada apa?" Tanya Raina
"Gpp" ucapnya tersenyum
"Oy nyebelin! Tau gak sih tadi diliatin banyak orang, malu tau"
Satria hanya tersenyum dan memeluk Raina.
"Dok? Are you okay?" Tanyanya sambil melepaskan pelukannya
"Duduk sini" ucapnya terduduk di kursi panjang tempat mereka bertemu pertama kali.
Keduanya kini hanya diam.

"Ada apa? Ada masalah kah Dok?"
"Rain, panggil Satria, okay?"
Raina menganggukkan kepalanya.
"Teeeenggg!!! 5 menit lebih, aku harus balik. Kasihan Ima di kantin sendirian" pamitnya berlari kecil
"Rain, nanti malem ketemu disini ya. Ada yang aku mau omongin" teriak Satria
Raina mengangguk "jangan lupa makan!" Sahutnya

Materi hari ini terakhir, 6 hari tak terasa jika dijalani dengan hati dan pikiran ikhlas. Besok adalah penutupan dan pembagian anggota.

17.45
Ima dan Raina segera menuju lift, karena jam sekarang pasti penuh. Tepat sekali didepan pintu lift sudah banyak yang menunggu. Pintu lift terbuka disana terdapat lima sekawan yang sangat dikenal Ima terutama Raina.

Beberapa orang dilantai 5 berdesakan masuk. Sampai pintu lift tak mau menutup karena terlalu banyak memuat orang.

"Yang laki gak usah naik lift kek, ngalah sama perempuan" ucap salah satu orang.
Kelima sekawan itu akhirnya keluar.

"Aish. Menyebalkan sekali mahluk yang namanya perempuan!" Gerutu Arga
Ima dan Raina langsung menoleh sinis kearahnya.
"Sorry. Sorry. Kalian gak ikut masuk lift tadi?" Tanyanya
Keduanya menggelengkan kepalanya.

"Pintu lift terbuka! Ayo masuk pumpung kosong" ucap Fadli
Ketujuh orang itu masuk lift.

Lantai 4. Sebanyak 5 orang yang masuk lift membuat yang lainnya berjalan mundur. Lift kapasitas maksimal 10 orang ini terasa sesak diisi 12 orang. Raina dan Ima terus bergandeng tangan takut terpisah.

Lantai 3 lift terbuka. 2 orang dengan tubuh kecil berusaha masuk. Tubuh Raina terguncang dan genggaman tangannya pada Ima terlepas. Tubuhnya tertahan oleh badan seseorang.

"Athar?" Ucapnya pelan menengadahkan kepalanya
Athar hanya tersenyum.
Raina membalas dengan senyum, perasaanya terhadap Athar tak pernah berubah.

Cafetaria...

"Rain kita duduk sini ya" ucap Naufal
Raina hanya mengangguk.
"Tumben gak bawel Rain?" Celetuk Arga
Raina hanya menoleh sinis
"Ah paling gara-gara tadi kejadian di lift kan? Cieee melting sama Athar lagi" sahut Fadli
Raina merasa malu dan rasanya ingin melempar mereka bertiga dengan sendok dan garpu di tangannya.
"Sudahlah jangan banyak bicara. Kalian bertiga itu berisik. Gak usah godain Raina lagi" sahut Alfan melihat raut wajah Raina

"Rain kamu sama Athar ada apa sih?" Bisik pelan Ima
"Nanti aku ceritakan ya dari awal" sahutnya sebal

Ketujuh orang itu akhirnya menyelesaikan makannya. Raina dan Ima memilih balik ke kamar duluan.

"Rain!" Sapa Athar "Ada waktu sebentar?" Lanjutnya
"Ada apa?"
"Abis sholat isya ya? Aku tunggu di depan kamarmu"
Raina hanya menganggukkan kepalanya.
"Duluan ya" pamit Raina dan Ima

Sesampai di kamar...
Raina menceritakan kepada Ima perkenalannya dengan 5 orang laki-laki itu. Mereka bertemu saat di RSAL Dr. Ramelan Surabaya, mereka perawat Univ. Hangtuah. Mereka bertemu saat bertukaran shift Poli KB-Poli Hamil-Poli Kandungan.

"Jadi kata si Arga yang pertama kali ketemu aku di Poli KB, ada temennya yang dinas di Poli Hamil suka sama aku namanya Athar. Aku gak ngegubris godaan Arga sih tau sendiri tadi kelakuannya gak bisa dipercaya"
"Iya sih, terus?"
"Abis gitu ya dicomblangin tuh sama mereka berempat. Sampai beritanya kesebar di bidan angkatanku yang praktek di RSAL dan temennya dia. Tau kan malunya gimana?"
"Terus? Harusnya seneng dong. Jadi Trending Topik hubungan kalian" sahut Ima tertawa terbahak-bahak.
"Apaan? Abis gitu ada perempuan yang telepon dan bilang kalau dia itu anak perawat katanya pacarnya Athar.  Kita udah deket 6 bulan, bayangkan! dikit lagi jadian kan? Asli kecewa berat sama Athar"
"Terus. Terus?"
"Ya gitu itu. Aku bilang selesaikan masalahnya dulu sama pacarnya yang ternyata mantannya itu yang gak keterima pacarnya deket sama anak bidan. Terus aku gak gubris deh Athar dan teman-temannya itu. Sempet nyusulin ke kampus sih mereka sekawan tapi gak aku samperin. Dan sampai sekarang gak mau ngehubungi mereka, tapi karena disini ketemu sama mereka makanya agak males"
"Pantes sih kamu sebel sama mereka. Tapi mereka berlima ganteng-ganteng loh Rain, jarang banget anak laki ganteng mau jadi perawat hahhaa"
"Weeee Ima sekarang udah bisa liat laki ganteng hahaha slogannya dihapuskan kah? 'Jomblo Sampai Halal' hahaha"
Keduanya tertawa terbahak-bahak.

19.00 WIB
"Rain? Kamu gak lupa kan kalau ditunggu Athar di depan pintu abis sholat isya? Sudah 7 lebih loh, adzan tadi jam setengah 7" ucap Ima mengingatkan.
Raina langsung bangkit dari kasurnya dan langsung memakai jilbab.

Athar sudah berdiri di sebrangan kamar Raina dan Ima, sedang asik memainkan hpnya.

"Thar!" Sapanya "sorry" lanjutnya
Athar hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Apa apa Thar?"
"Hm.... Kamu gak kedinginan pakai babydoll gini?"
"Ngak sih, udah lengan panjang dan celana panjang kok"
"Nih" ucapnya sambil melepas jaketnya dan menaruh kebadan Raina
"Apa deh. Kayak di film-film aja. Aku gpp kok" ucapnya sambil melepas jaketnya
Athar langsung memegang pundak Raina dan menggelengkan kepalanya.
"Iya. Iya. Mau bicara apa?"
"Gpp. Kangen ngobrol berdua sama kamu aja" ucapnya "kenapa gak pernah bales sms atau social mediaku? Masih marah kah?"
Raina menggelengkan kepalanya.
"Kamu kenal Dokter Satria dimana?"
Raina hanya terdiam, sepertinya dia tau alasan Athar ingin menemuinya.
"Dia siapa kamu? Kok kayaknya kalian deket banget?"
"Ehm. Dia temen aku TK. Bisa dibilang Cinta Pertama dan Cinta Monyet aku dulu. Ada apa? Kamu cemburu ya?" Godanya
"Bisa dibilang seperti itu, rasaku ke kamu gak pernah berubah. Dan kamu jangan pernah merubah perasaan kamu"
"Tergantung. Kamu bisa buat aku luluh gak?"
"Selama kamu gak terjerat sama cinta pertamamu itu gak masalah"
"Aku gak janji"
"Yaudah gpp. Aku yakin kalau kamu masih punya perasaan sama aku. Dan aku yakin rasa itu masih sama seperti dulu"

"Raina" sapa seseorang
"Dokter Satria?" Kaget keduanya
"Selamat malam Dok" sapa Athar
"Kalian disini ada apa?"
"Hm. Anu. Hm. Ngobrol aja kok Sat, yaudah katanya mau ke halaman kan?" ucapnya "kita turun naik lift ya" tariknya masuk ke dalam lift

Halaman Hotel...
Keduanya hening tak ada suara. Satria yang kesal melihat Raina bersama Athar dan Raina yang merasa bersalah.

"Kamu ada hubungan apa sama Athar?"
Raina langsung membelalakkan matanya lalu menggeleng.
Satria hanya melirik sinis kearahnya seakan menggoda.
"Apa sih? Kalian berdua itu aneh tau gak sih?"
"Berdua? Maksudnya aku sama Athar?"
"Iya. Saling menanyakan. Kenapa kalian gak jadian aja? Haha" ucapnya melumerkan hatinya
"Ya. Ya. Ya. Dia gak jahatin kamu kan? Kamu gak suka sama dia kan? Apa dia pacarmu?"
"Kasih tau gak yaaaa haha"
"Ihs. Yaudah gpp sih. Kamu jomblo kan?"
Raina hanya tersenyum dan mengangguk.
Satria reflek memeluk Raina.
"Oy!" Ucapnya melepaskan pelukan Satria "kebiasaan banget sih tiap ketemu pasti ada adegan gitu. Dasar mesum"
"Jahat banget mulutnya. Aku cuma ingin melepaskan hormon oksitosin dan merasakan hormon dopamine diantara kita"
"Bahasanya astaga haha"

Satria langsung memeluk Raina kembali "sebentar saja Rain, aku besok pagi udah pergi" ucapnya
Raina menganggukkan kepalanya.
"Aku mau ngerasain jatuh cinta sama kamu Rain, aku ingin mengulang masa kecil indah kita sampai ke anak kita nanti. Terimakasih sudah buat aku bahagia selama 3 hari ini"
"Modus banget lah" sahutnya "sudah ah, gak enak dilihat orang" lanjutnya melepas pelukannya
"Kamu punya rasa sama aku kan? Aku merasa kamu ada rasa sama aku. Tunggu aku ya aku mau meneruskan kuliah spesialisku dulu" ucapnya memegang pundak Raina, matanya menunjukkan ketulusan.
"Aish. Ini laki-laki banyak banget yang tanya perasaannya" celetuknya
"Maksudnya? Athar? Dia nembak kamu tadi?" Tanyanya "ini jaket dia kan? Lepas lepas!" Ucapnya melepas jaket milik Athar dari tubuh Raina
"Apasih gak usah lebay deh"
"Pakai punyaku aja" ucapnya memberikan jaket dan memasang pada tubuh Raina
Raina hanya mengangguk, emosi Satria lebih parah dari Athar.
"Jangan tinggalkan aku ya Rain" ucapnya memegang kedua tangan Raina "aku janji bakal bahagia in kamu, tunggu aku lulus spesialis anak ya"
Raina menganggukkan kepalanya.

****

Semua peserta dibagi menjadi 3 kelas kembali sesuai tim yang sudah dibuat oleh Pantia dari Dinas Kesehatan Jawa Timur.

"Raina, Alfan, Salsa dan Zahra kalian bertepatan di Batu"

"Ima, Arga, Wiwin dan Maya kalian di Malang"

"Yooooot kita berdua masih daerah malang, makan-makan kita nanti!" Seru Raina
"Tapi sama temen lu yang resek Rain" ucapnya pelan

Semua peserta langsung riuh mencari tim masing-masing. Yang tertib hanya Ima dan Raina sepertinya mereka tau kelompok mereka yang mana dan sudah mengenal satu sama lain.

"Woy Arga! Awas lu ye ngapa-ngapain Ima! Tiati di ruqyah lu!" Ucap Raina
Ima hanya menundukkan kepalanya.
"Iya. Iya. Bawel oy!" Sahut Arga

Setelah bertemu dan saling bertukar nomor ponsel, akhirnya acara penutupan selesai. Dan semua kembali ke kamar masing-masing untuk packing dan segera pulang.

"Raina! Ima!" Teriak Fadli di Lobby
"Apa?" Ketus Raina
"Santai kali. Mau bareng gak? Si Alfan bawa mobil. Bawa Avanza dia, sangat cukup buat kalian berdua"
Raina dan Ima hanya saling menatap.
"Hm. Naik taksi aja kita" ucap Ima pelan
"Yaelah hemat biaya kali. Ini perempuan sok jual mahal banget"

"Sini" ucap Athar tiba-tiba yang membawa barang Raina
"Noh big boss dateng. Sini Ima aku yang bawa barangmu" ucap Fadli
"Gak usah deh gpp, enteng kok ini" sahutnya
"Jangan macem-macem" ucap Raina memukul pelan tangan Fadli saat akan mengambil tas Ima "aku yang bantu bawa barang dia aja" lanjutnya

"Kalian berdua dibelakang aja, pasang headset kalian, dijamin kita berisik hahaha" goda Naufal
Keduanya tak mengubris dan langsung masuk.

****

Hari senin depan semua peserta Sirkesnas sudah harus di tempat. Dan pada hari minggu otomatis sudah berada di daerah masing-masing untuk perkenalan dengan warga, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan di tempat yang akan mereka tinggali.

****

Day-3

"Raina!" Sapa seseorang

Raina hanya merespon seadanya, tubuhnya sudah tak kuat 3 hari ini cukup melelahkan. Banyak warga yang masih belum terbiasa dengan keberadaan mereka dan tidak menjadi kooperatif.

"Raina!" Sapa seseorang lagi

"Dokter Satria?" Sahut teman kelompoknya
Raina langsung tersadar dari lamunannya.

"Ada apa Dokter kesini?" Tanya Alfan
"Kunjungan?" Tanya Salsa
"Bukan. Ketemu Raina" ucapnya dengan tersenyum
Ketiga temannya langsung melirik dengan penuh godaan dan Raina langsung menundukkan kepalanya.

"Ikut aku" ucapnya menarik tangan Raina

Mereka berdua berjalan-jalan disekitar desa sambil melihat pemandangan yang sangat Asri disana.

"Maaf aku baru mengunjungimu, aku baru tau kamu dapat tempat di Batu. Setelah selesai dinas aku langsung kesini"
Raina langsung terdiam dan tersenyum.
"Senyum mu membuatku nyaman, dan ingin segera menemui kamu"
"Haha kamu gpp ta Sat? Aku kira dopamine terlalu merajalela deh"
"Aku bilang apa kan? Aku ingin merasa hormon dopamine yang menjadikan kamu utama"
"Oh gombalnya anak kedokteran gitu ya? Haha baru tau" celetuknya
Satria tiba-tiba langsung memeluk Raina.
"Satria? Kamu gpp kan?"
Satria menggeleng di pundak Raina "aku capek Rain, biarkan aku bersandar disini sebentar"
Raina menganggukkan kepalanya.

****

Day-9
Setiap hari Satria selalu menghampiri Raina di kontrakan yang disewakan oleh warga. Raina sudah mengomel agar tak sering datang, tapi sepertinya Satria hanya tersenyum lalu memeluknya.

"Apa kamu tak ada tempat bersandar lagi selain aku?" Tanyanya
Satria menggeleng.
"Aku malu tau sama anak-anak, sama warga juga gak enak dilihatnya"
"Iya. Iya. Kali ini hanya 5 menit. Rasanya capek aku hilang kalau sudah liat kamu dan meluk kamu. Seperti pulang ke rumah sendiri"
"Mulai deh"
"Kamu gak ada rasa sama aku?"
"Ada. Sedikit" godanya
"Ih sumpah? Aku udah tiap hari kesini? Masa cuma sedikit?"
Raina hanya tersenyum.
"Terimakasih Rain" ucapnya memeluk Raina kembali "aku sudah lama sekali tak merasakan seperti ini, hidupku hanya tau tentang belajar dan belajar"
Raina kali ini menerima pelukan itu "kamu sudah berusaha keras dan terimakasih sudah menjadikan aku dari hidup kamu" ucapnya "Teeenggg! Sudah 5 menit lebih kebiasaan banget sih haha" lanjutnya menggoda "sudah pulanglah!" Ucapnya tersenyum.

****

Day-13
Sudah dari 3 hari yang lalu Raina tak dikunjungi oleh Satria. Semua social medianya tak seberisik seperti biasanya. Semua temannya mulai menggodanya karena tak ada yang mengunjunginya setiap hari.

"Lagi sibuk kali Rain" ucap Alfan melihat kekhawatiran Raina
Raina mengangguk lesu.
"Tak apa, wajar kalau kamu khawatir begitu. Mungkin ada urusan mendadak. Sabar" sahut Zahra

"Bosen!" Celetuk Salsa
"Target kita sudah mau selesai kan?" Tanya Zahra
Alfan dan Raina mengangguk.
"Ayo ke Ima, Fan!" Seru Raina
"Ngapain?" Tanyanya
"Kangen dia aku, mau cerita banyak ke dia, kalau perlu nangis" ucapnya
"Setuju!" Sahut lainnya
"Alfan, naik mobil kamu ya" ucap ketiga perempuan itu merajuk
"Aish. Perempuan-perempuan ini kenapa ngomongnya seperti ini?" Tanyanya kesal "iya iya" lanjutnya

Kedua temannya memilih untuk berjalan di Malang Town Square, karena tak ada yang ingin ditemui. Beda dengan Raina dan Alfan teman mereka satu kelompok.

Sesampainya di kontrakan Ima yang sangat menyusahkan sampai mobil tak bisa masuk dan harus berjalan menyusurinya. Ima dan Raina langsung berpelukan ketika mereka bertemu, sama halnya dengan Alfan dan Arga.

"Sudah selesai ngobrol kan? Boleh ngomong sama Raina sebentar?" Tanya Arga kearah Ima.
Ima hanya mengangguk.

Raina melihat wajah mencurigakan di Arga.
"Pandanganmu biasa aja kali" celetuk Arga
"Ada apa?"
"Gpp, aku ingin temanku bisa mengobrol dengan temanmu. Terimakasih ya sudah main kesini"
"Weee? Kamu kesambet apa? Ima dan Alfan maksudnya?"
"Jangan macam-macam deh, Ima bukan perempuan seperti itu yang gampang dicomblangin sana-sini"
"Iya Rain, aku tau"
Raina hanya bisa mengomel kepada Arga, walaupun ia tau itu tak akan mempan baginya.

****

Day-17
Kunjungan Satria sudah tak pernah ada, adanya Raina yang hampir setiap hari mengunjungi Ima demi Alfan dan Arga. Memang bukan Alfan yang memelas ke Raina, tapi Arga. Itu yang membuat Raina frustasi, seorang Arga memelas kepadanya.

"Terimakasih ya Rain" ucap Alfan di dalam mobil perjalan pulang
"Buat?"
"Hm. Gpp. Terimakasih aja"
Raina langsung terdiam, dia tau Alfan sangat tulus ingin mendekati Ima.

****

Day-18
Hubungan Raina dan Satria sudah kembali, Satria sudah menghubunginya. Walaupun sudah tak pernah dikunjungi olehnya.

"Fan, cari makan yuk" Ajak Raina merangkul lengan Alfan
"Oy! Ini otak makan mulu kita berempat dah makan tadi sejam yang lalu"
"Ayolah. Ayolah. Ayolah" ucapnya sambil mengerdipkan matanya
"Jangan makan lah Rain, camilan aja ya?" Sahut Zahra
"Oke! Alfan? Ya?" Rayunya "mana terimakasihmu udah aku ajakin ke Ima tiap hari?" Bisiknya
"Aish" keluhnya "Iya. Iya." Lanjutnya pasrah

Keduanya melangkah menuju mobil Alfan. Namun langkah keduanya terhenti saat melihat mobil Satria terparkir disana.

"Raina" sapanya
Alfan berusaha melepas tangan Raina yang melingkar di lengannya.
"Apa sih Fan? Biarin. Dia cemburu apa gak?" Bisiknya tertawa kecil
"Wah bener-bener ini perempuan ya"

"Selamat Sore Dokter Satria" sapa keduanya
Satria hanya tersenyum dan mendekat kearah mereka kedua.
"Rain, sumpah lepasin!"
Raina menggelengkan kepalanya.
"Sepertinya kalian bahagia sekali ya? Syukur deh" ucapnya tersenyum
Raina langsung melepaskan tangannya.
"Maaf Dokter, anda salah paham" ucap Alfan lalu pamit
"Maksudnya apa Sat?" Ucap Raina lesu
"Kamu tampak bahagia banget sama Alfan, aku rasa ini pasti gampang"
"Kamu gak cemburu? Sepertinya aku salah menilai rasa cintamu ke aku"
"Maaf. Aku harus pergi Rain"
"Kamu tau gak? Betapa khawatirnya sama kamu beberapa hari gak hubungin aku? Ternyata perasaanku salah besar ke kamu, aku salah sudah berharap sama kamu! Inikah janjimu itu? Bulsyit Sat!!!" Ucapnya memukul bahu Satria pelan
"Maaf. Aku gak bisa sama kamu. Aku yakin kamu bisa bahagia sama Alfan, aku lihat kalian serasi tadi, deket banget. Atau sama Athar? Aku rasa dia juga ada rasa sama kamu" ucap Satria tersenyum pilu
"Harusnya kamu gak pernah kasih harapan kalau emang gak ada niatan! Sakit tau gak sih!"
"Maaf Rain" ucapnya lesu dan memeluk Raina erat sangat erat "Maaf Rain, seharusnya aku gak pernah hadir di depan kamu, harusnya aku gak pernah bikin janji sama kamu. Maaf"
"Pergilah" ucapnya melepaskan pelukannya
"Semoga kamu bahagia" pamit Satria dan mengusap lembut kepala Raina

Raina lari ke dalam kontrakan dan memeluk Salsa dan Zahra. Air mata yang sudah ia tahan agar tak keluar saat berbicara dengan Satria akhirnya jatuh membasahi pipinya.

"Rain aku tau, kenapa dia seperti itu" ucap Zahra
Raina hanya memandang kosong temannya itu.
"Lihat ini WA dari tempatku dulu kerja" ucapnya memberikan hpnya ke Raina

'Hari Pertunangan dr. Satria dan dr. Nadira tanggal 3 Juni 2016 pukul 15.00WIB di kediaman dr. Nadira Kediri, Jawa Timur'

Rain semakin menangis menjadi-jadinya. Hatinya sudah hancur, kini dia tau alasan kenapa Satria tidak menghubunginya beberapa hari terakhir. Rumor yang beredar kedekatan Raina dan Satria tersiar di banyak tempat, Ayah Satria mengenal baik keluarga dr. Nadira. Keluarga mereka sudah mengadakan pertemuan kalau akan menjodohkannya lebih cepat.

****

Day-20
Hari ini akhir dari semua petugas Sirkesnas bertugas, besok adalah hari terakhir mereka berada di tempat masing-masing. 3 minggu sudah akan mereka lalui dengan banyak cobaan, panas, hujan, ditolak, dijadikan tamu special dsb.

Namun rasanya itu tak begitu berarti buat Raina sekarang. Sudah 2 hari dia menangis dan tak keluar dari kamar. Ketiga teman kelompoknya sudah membujuk dengan segala cara agar mau keluar dari kamar, namun selalu gagal.

"Rain! Ada Ima!" Ucap Alfan mengetuk pintunya
Raina melangkah dan membukakan pintu langsung memeluk Ima.
Ketiga temannya langsung lega melihat Raina mau keluar dari kamar.
"Maaf ya baru datang Rain" ucap Ima membalas pelukan Raina "sabar ya, bukan jodohnya kan berarti? Kalau dia memang sayang sama kamu harusnya dia memperjuangin kamu kan? Kalau gini? Sudah lihat kan? Gak perlu ditangisi. Oke?"
Raina menganggukkan kepalanya.

"Senyum dong" ucap Ima "ini aku bawakan makanan, Mc Flurry Oreo" dia menunjukkan dua gelas "hati panas, otak harus dingin ya" lanjutnya tersenyum kearah Raina

"Oya kamu kesini naik apa?" Tanya Raina sambil melahap ice cream yang dibelikan Ima.
"Sama Alfan" jawabnya sedikit tersenyum
"Idiiiih kenapa tersenyum begitu? Suka ya?" Godanya
"Apasih Rain!!!" Sahutnya manja
"Ya. Ya. Ya. Aku mengerti, yang terbaik ajalah buat kalian. Semoga bisa sampai nikah deh haha"
"Sumpah ya Raina!!! Kamu gila! Jadi gini aku sudah jauh-jauh kesini kamu malah godain aku? Udah aku beliin eskrim pula!" Ucapnya cemberut
"Oy santai dong. Iya. Iya, maaf ya Ima-ku sayang" ucapnya memeluk Ima "cium dulu" godanya
"Ihs. Masih normal ya" sahutnya langsung melepaskan pelukannya
Raina hanya mengangguk dan tersenyum.

"Rain" ucap Ima pelan
"Ya?"
"Sebenernya ada Athar disini, sebenernya aku sama Arga dan Alfan gak boleh ngomong sama kamu karena Athar yang minta, tapi dia sudah nunggu kamu dari 2 hari yang lalu loh"
"Anak itu ngapain coba?"
"Sepertinya dia masih suka sama kamu deh Rain"
"Dan sepertinya Alfan suka sama kamu deh Ima" lanjutnya menggoda sahabatnya itu.
"Oy!"
"Iya. Kita keluar lah" ajak Raina "penampilanku gak jelek-jelek amat kan?" Lanjut tanyanya
"Weee? Kenapa jadi gitu? Mentang-mentang ketemu Athar" goda Ima

"Mau jalan-jalan di sekitaran desa?" Tanya Athar setelah melihat Raina keluar dari kamarnya
Raina menggelengkan kepalanya.
"Kenapa?"
"Setiap dia kesini selalu mengajak berkeliling sekitaran sini, dan itu akan mengingatkan sama dia" ucapnya tersenyum lega
Kelima orang disekelilingnya hanya tersenyum melihat ketegaran Raina.
"Bagaimana kalau kita ke Paralayang? Rugi kan di Batu 3 minggu gak jalan-jalan?" Tanya Raina kegirangan "Alfaaaan" sapanya merajuk dan melingkarkan tangannya ke Alfan.
"Ah penyakitnya kumat lagi ini orang" sahut Alfan "Iya. Ayo kita berangkat"
"Makasih, Oppa!!" Ucap Raina
"Ima, ini temenmu ya manggil aku Oppa mulu, yang diceritain tiap hari drama korea mulu sampai nangis-nangis kalau liat filmnya" keluh Alfan
"Kenapa yang dilaporin Ima? Hayo ada apa diantara kalian?" Godanya
"Kepo!" Sahutnya lalu melepaskan tangan Raina

Paralayang, Batu.
Semua asik berfoto ria sambil memandangi rerumputan hijau dan kota Batu dari atas. Lampu-lampu kota sudah mulai menyala dengan menggantikan cahaya matahari yang akan turun sebentar lagi. Angin yang berhembus cukup dingin menusuk badan.

"Gak dingin?" Tanya Athar mendekat kearah Raina.
Raina menjawab dengan gelengan kepala.
"Nih" ucap Athar memberikan jaketnya
Raina tersenyum kearahnya "gak usah gpp" sahutnya melepas jaket itu "apa kamu mau menambah koleksi jaketmu di aku?" Guraunya
Athar tampak kebingunggan.
"Ini" ucapnya mengambil jaket milik Athar dulu saat pelatihan dari tasnya "terimakasih, aku kembalikan"
"Gak usah ambil saja, semakin malam nanti semakin dingin loh"
Raina menganggukkan kepalanya lagi "terimakasih, sekarang pakai jaketmu yang tadi, yang ini aku pakai"
Athar tersenyum kearah Raina.

Langit sudah mulai gelap, dan angin yang berhembus sudah mulai dingin. Bintang-bintang sudah mulai muncul diatas langit dan lampu-lampu kota bak bintang dari atas bukit, gemirlang sama halnya dengan bintang. Hanya satu kata 'indah'.

Ketuju orang itu menghangatkan diri menuju warung terdekat untuk membeli minuman hangat dan makanan ringan.

"Pulang yuk, gak enak sama warga desa nanti kalau kita pulang malam" ajak Ima
"Oke" sahut semuanya

Semuanya sudah diturunkan di tempat masing-masing, hanya Athar yang tak bisa Alfan antar, karena berbeda jauh bukan di Malang tapi di Madiun.

"Kamu langsung pulang?" Tanya Alfan
"Iya" jawab Alfan merapikan barang di sepeda motornya
"Sekarang sudah jam 10 loh, apa gak besok pagi aja? Pas subuh?" Tanya Raina tiba-tiba datang.
"Gpp. Sudah biasa kok. Santai aja"
"Nanti kalau ada apa-apa di jalan bagaimana?" Tanyanya lagi
Athar mendekat kearahnya "gak usah khawatir, aku sudah terbiasa kok" bisiknya
"Pokoknya gak boleh! Bahaya tau gak sih! Kayak di surabaya aja!" Omelnya
"Terus kamu mau aku disini? Temani oke?"
"Maksudnya?"
"Temani aku ngobrol, nanti kalau udah ngantuk nanti aku tidur sama Alfan"
"Hmm... Oke!"

Athar mengemasi barangnya kembali dan menaruhnya ke kamar Alfan lagi. Setelah selesai dia menghampiri Raina di ruang tengah yang menunggunya. Keduanya mengobrol tentang banyak hal, sampai lupa jam.

"Jam 1 malem Thar, lanjut besok aja ya. Aku harus tidur" ucapnya
"Tunggu sebentar"
"Apa?"
"Mau berjanji sesuatu?"
"Apa dulu?"
"Tapi harus jawab 'aku janji' jangan pernah ada jawaban 'aku gak janji' bagaimana?"
Raina menganggukkan kepalanya.
"Janji gak bakal nangisin dia lagi?"
"Janji. Pasti!"
"Janji gak akan mikirin dia?"
"Oke! Janji"
"Janji gak bakal bunuh diri karena cinta?"
"Apaan sih? Ya ngak lah. Ngak banget"
Athar hanya tersenyum.
"Sudah kan? Intinya aku gak segila itu karena dia. Aku sudah lupakan kok. Terimakasih karena ada Ima, kamu, Alfan dan yang lainnya aku bisa semangat lagi"
Athar tersenyum kembali

"satu lagi" ucapnya
"Apa?"
"Janji mau buka lembaran baru sama orang lain? Contohnya sama aku?"
Raina terdiam dan menatap mata Athar yang begitu meneduhkan dan tulus.
"Janji?" Tanyanya lagi "aku gak nyuruh kamu cepet kok, pelan-pelan aja dijalanin" ucapnya sambil memberikan jari kelingkingnya kearah Raina "Janji?" Tanyanya untuk ketiga kalinya
Raina memberikan kelingkingnya dengan cepat Athar memasukkan cincin ke jari kecilnya itu.
"He?" Kagetnya "are you okay?"
"Sudah sana masuklah kamarmu, katanya mau tidur? Jangan sampai hilang ya?" Ucapnya tersenyum kearah Raina

Raina sudah tak bisa berkata apa-apa lagi perasaan tak karuan, rasanya kembali merasakan apa yang sebelumnya pernah ia rasakan saat bersama Satria. Dia langsung pamit dan menuju kamarnya dengan raut wajah yang tak karuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar